Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di NTT Naik Drastis, Jumlahnya 227 Kasus 
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) NTT, Ruth D. Laiskodat.
admin
30 Aug 2024 15:07 WITA

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di NTT Naik Drastis, Jumlahnya 227 Kasus 

Kupang, Nttzoom - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) meningkat drastis. Pada bulan Agustus 2024 jumlahnya sudah mencapai 227 kasus. 

Hal ini diutarakan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) NTT, Ruth D. Laiskodat pada Kamis, 29 Agustus 2024 usai membuka sosialisasi perlindungan perempuan dan anak di GMIT Benyamin Oebufu.  

Dia menjelaskan bahwa di bulan Agustus 2024, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sudah mencapai 227 kasus. Jumlah ini, Ruth berujar, meningkat drastis dari bulan Januari sampai Desember tahun 2023, itu 323 kasus.  

“Lebih banyak anak jadi korban. Kalau tahun 2023, dari Januari sampai Desember, ada 323 kasus. Artinya, bila di Agustus tahun 2024 ini, sudah mencapai 227 kasus. Berarti kekerasannya sangat meningkat,” terang Ruth Laiskodat.  

Dibeberkan Ruth, terdapat 6 jenis kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di NTT. Mirisnya, ungkap dia, kasus-kasus ini sering terjadi dalam rumah tangga atau kerabat korban. 

Bahkan kemungkinan jumlah sebetulnya bisa jauh lebih besar, pasalnya kata Ruth, selama ini masyarakat itu ketakutan melaporkan kasus kekerasan seperti kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).  

“Kekerasannya adalah kekerasan fisik, psikis, penelantaran, pemerkosaan, persetubuhan, pelecehan seksual. Ini di dalam rumah tangga. Ada lagi kekerasan anak di luar rumah tangga,” ungkapnya. 

Jenis kasus terendah, kata Ruth, yakni terkait hak asuh anak, tindak pidana perdagangan orang(TPPO) dan kasus anak berhadapan dengan hukum. 

Dijelaskan, kasus kekerasan ini seperti fenomena gunung es sehingga perlu banyak yang melapor karena semuanya akan melalui proses hukum yang berlaku. 

Dia menerangkan bahwa khusus untuk anak-anak yang mendapat kekerasan fisik maupun seksual, akan didampingi oleh psikolog klinis, tokoh agama, pekerja sosial, dengan tujuan agar prosesnya dapat diselesaikan sesuai mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku.  

“Khusus untuk anak-anak yang mendapat kekerasan akan didampingi oleh psikolog klinis. Kita ada tokoh agama, pekerja sosial, dan psikolog klinis yang bekerja sama dengan kita supaya proses hukum cepat P21,” pungkas Ruth. 

Lebih lanjut Ruth menerangkan, para pelaku kekerasan akan mendapat hukuman pidana 15 tahun bahkan bisa 24 tahun. Ia pun mengapresiasi aparat penegak hukum di NTT terkait penyelesaian kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT. 

“Bila terkena pasal berlapis maka tambah sepertiga dari pidana 15 tahun jadi bisa 20 tahun lebih. Masyarakat harus tahu ini karena kekerasan terjadi oleh orang-orang terdekat sendiri,” bebernya. (jem/dev/nz)

Dapatkan sekarang

NTT Zoom, Ringan dan cepat
0 Disukai