TPDI Tuding Polisi Salahgunakan Springas untuk Peras Pedagang Maumere
Petrus Selestinus
Carlens
22 Sep 2021 19:53 WITA

TPDI Tuding Polisi Salahgunakan Springas untuk Peras Pedagang Maumere

MAUMERE, NTTZOOM-Oknum polisi diduga menyalahgunakan Surat Perintah Tugas (Springas) Direkrimsus Polda NTT untuk memeras pedagang di Maumere. 

Informasi adanya sejumlah pedagang yang diduga diperas tim Polda NTT itu menyebar luas baik di Medsos, media online maupun media cetak serta informasi yang disampaikan masyarakat Kabupaten Sikka. 

"Informasi sudah tersebarluas di kalangan masyarakat baik melalui Medsos, media on line dan informasi masyarakat, bahwa diduga tim polda melalukan pemerasan terhadap para pedagang di Sikka," jelas Koordinator TPDI dan Advokat Peradi Petrus Selestinus, Senin (20/9) di Maumere. 

Petrus mengaku mendapat informasi bahwa aktivitas sejumlah anggota kepolisian Polda NTT untuk kepentingan tugas kepolisian dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dengan Sprin Gas/249/IX/Res.2.1/2021/Direskrimsus tertanggal 1/9/ 2021.
 
Springas tersebut kata Petrus Selestinus, tanpa menyebutkan wilayah hukum mana saja yang menjadi batas pelaksanaan tugas para pemegang Sprin Gas, apakah untuk penyelidikan saja atau penyidikan, karena sangat tidak mungkin digabung pelaksanaannya menjadi satu. 

Petrus juga mempertanyakan, apa pasal pelanggarannya dan UU mana saja yang dilanggar dan menjadi dasar dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. 

Menurut dia, tidak adanya pencantuman pasal-pasal apa saja yang diduga dilanggar dan tindak pidana apa saja yang terjadi dari belasan UU yang dicantumkan di dalam Surat Perintah Tugas itu, memperlihatkan betapa Direskrimsus Polda NTT ceroboh dalam memposisikan Surat Perintah Tugas dengan memasukan tindakan kepolisian dalam penyelidikan dan penyidikan secara bersamaan. 

Padahal lanjut dia, praktek di lapangan yang sedang terjadi melenceng jauh dari tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam KUHAP. 

Tim Polda NTT tidak menampilkan suatu model penyelidikan dan penyidikan yang baku, tetapi layaknya sedang melaksanakan penindakan kejahatan Tipiring sesuai ketentuan pasal 205 KUHAP atau Operasi Yustisi di bidang keamanan. 

Kegiatan Tim Polda NTT di Sikka, kata dia adalah mendatangi dan bertemu pedagang yang sedang berjualan di toko. Kemudian pedagang disuruh menghadap atau dipanggil via telepon untuk datang ke Hotel Go pada sore harinya sebagai tempat untuk dilalukan BAP. Di saat BAP itu, terjadi kompromi, tawar menawar uang damai didahului dengan intimidasi akan dipidana dengan ancaman pidana tinggi dan denda miliaran rupiah, layaknya Debt Collector. 

* Hentikan Praktek Intimidasi  

Petrus menambahkan, Surat Perintah Tugas Direskrimsusus tersebut, diduga dijadikan sebagai tameng oleh oknum Anggota Polda NTT, berkedok penyelidikan dan penyidikan dugaan Tindak Pidana Merek, Indikasi Geografis, Perindustrian, Makanan dan Minuman Kadaluarsa dan lainnya, mencantumkan KUHAP dan UU Nomor : 2, Tahun 2002, Tentang Kepolisian RI guna menegakan belasan UU lainnya, namun prakteknya berujung dengan transaksi damai. 

"Yang menjadi aneh dalam Surat Perintah Tugas Direskrimsus Polda NTT itu, tanpa merujuk pada Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) dan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), sebagai dasar dalam tahapan tindakan kepolisian pada peristiwa pidana dengan belasan UU yang sudah dilanggar. Ini berarti pelaku dan pelanggaran pidana sudah ditentukan, setelah itu baru dilakukan penyelidikan dan penyidikan," jelas Petrus. 

Kejanggalan lain lanjut Selestinus adalah Surat Perintah Tugas itu disertai dengan batas waktu pelaksanannya, dari tanggal 1 sampai tanggal 30 September 2021. Terkesan sekadar kejar setoran, padahal substanai Surat Perintah Tugas dimaksud untuk dilakukan "Tindakan Kepolisian" dalam rangka  penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus serius dan berat dengan ancaman pidana, ada yang hingga 10 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.  

* Lapor ke Propam Mabes Polri 

Publik Sikka meragukan keabsahan dan itikad baik Surat Perintah Tugas Direskrimsus Polda NTT dan meyakini bahwa Surat Perintah Tugas itu ditujukan di luar tujuan Penegakan Hukum atau hanya kedok untuk pemerasan.  

"Menurut informasi masyarakat ada pedagang yang karena ditakut-takuti lalu dimintai sejumlah uang damai agar kasusnya tidak dilanjutkan/dihentikan," ungkap Petrus. 

Oleh karena itu, Surat Perintah Tugas Direskrimsus Polda NTT, akan dilaporkan ke Propam, Irwasum Bareskrim Polri dan Kompolnas, karena tanpa Sprinlidik dan Sprindik, juga bermuatan untuk kepentingan pemerasan ketimbang penegakan hukum yang serius.  

Padahal lanjutnya, para pedagang di Sikka baru mau menggerakan ekonomi masyarakat akibat PPKM Covid-19 yang berkepanjangan, tetapi Polda NTT turunkan timnya justru mematikan gairah berusaha dari para pedagang, dengan tuduhan melalukan tindak pidana melanggar belasan UU dengan proses dimana para pedagang secara gelondongan ditelpon datang di Hotel Go, di-BAP mirip proses hukum untuk tipiring, bayar denda untuk pundi-pundi oknum Polisi. 

Petrus mengimbau Kapolda NTT harus hentikan dan batalkan Surat Perintah Tugas Direskrimsus dimaksud, karena telah mencampuradukan penyelidikan dan penyidikan, meresahkan pedagang, bahkan sulit dibedakan, apakah tahapan penyelidikan atau penyidikan dan pasal apa saja yang dilanggar dari belasan UU yang dianggap sudah dilanggar oleh puluhan bahkan ratusan pedagang itu.  

Untuk itu Ketua Komisi III DPR RI, Propam, Irwasum Bareskrim Polri dan Kompolnas diminta untuk memberi atensi agar praktek penegakan hukum yang beraroma pemerasan ini dihentikan. 

Plt Kanit, Subdit I Industri dan Perdagangan Ditreskrimsus Polda NTT, AKP. Libartino Silaban, SH., S.I.K.,  didampingi Kasat Reskrim Polres Sikka, Iptu. Wahyu Agha Ari Septyan dalam keterangan pers kepada media di Polres Sikka, Senin (20/9) menjelaskan, di salah satu swalayan, timnya menemukan mentega kuning dan putih dengan berat 1 Kg dijual dalam kemasan yang tidak mencantumkan keterangan atau penjelasan atas mentega tersebut. 

Mentega berwarna kuning bermerek Amanda tersebut awalnya dibeli oleh pihak swalayan dalam kemasan dos dengan berat 15 Kg. Mentega tersebut kemudian dibagi dalam kemasan berbungkus plastik dengan ukuran berat masing masing 1 Kg. 

Menurut Libartino, tindakan yang dilakukan manajemen swalayan tersebut dinilai telah melanggar Pasal 62 Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen lantaran tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa pada kemasan, tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang tercantum di dalam label, tidak memasang label atau membuat penjelasan barang dan tidak mencantumkan informasi dan/petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.  

Terhadap dugaan tindak pidana tersebut, Manajer Swalayan itu terancam hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar. 

Sementara di toko lainnya, lanjut Libartino, diduga telah melakukan tindak pidana pelanggaran terhadap  Pasal 139 Jo Pasal 84 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang pangan. Dimana dalam razia tersebut, petugas menemukan pemilik toko mengubah kemasan karung beras ukuran 50 Kg dengan merk Super Spesial dibagi ke dalam karung dengan merek Kepala Singa ukuran 20 Kg dan 10 Kg untuk dijual kembali kepada konsumen.  

Terhadap dugaan tindak pidana tersebut, pemilik terancam hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. 

Terpisah, manajer swalayan Yuvensius ketika dikonfirmasi media ini menjelaskan, ada dua jenis mentega yang dijualnya di toko itu, yakni mentega kuning dan putih. Mentega kuning dengan merek Amanda itu dibeli pihaknya dari Toko Teratai dalam kemasan dos dengan ukuran berat 15 Kg. Sedangkan mentega putih dibeli pihaknya dari Toko Kemah Berkat dalam kemasan plastik dengan ukuran 1 kg tanpa label atau merek. Ada 3 Kg yang dibelinya.    

Yuvensius mengaku, semenjak swalayan itu berdiri 5 tahun lalu, pihaknya sudah menjual mentega tersebut dan tidak ada komplain dari konsumen.  

Selama kurun waktu tersebut, Tim BPOM dan Disperindag Sikka rutin melakukan pengawasan.  

"Kami tidak menjual mentega ilegal atau kadaluarsa, sebab di dos kemasan tercantum merek dan batas masa berlaku,” ujar Yuvensius. 

Mirisnya di toko Kemah Berkat, Tim Polda anjurkan tambahkan label dan tanggal kedaluwarsa  

Sementara pemilik Toko Kemah Berkat, Juanita saat dikonfirmasi media ini, membenarkan bahwa pihaknya juga dipanggil untuk diperiksa di Hotel Go setelah tokonya didatangi tim Ditreskrimsus Polda NTT.  

"Hari Jumat sore saya bertemu petugas di Hotel Go. Kalau pagi saya bilang saya tidak bisa. Makanya datang ke Hotel Go pada sore hari,” ungkap Juanita.. 

Juanita menjelaskan, tokonya juga menjual mentega kuning dan putih merk Amanda dalam kemasan 1 kg dan ½ kg. Mentega tersebut ia beli dari Toko Tanjung Raya Maumere, dalam kemasan dos dengan ukuran 15 Kg. 

"Saya biasa beli di Tanjung Raya. Saya juga beli di sini baru saya kemas lagi satu-satu kilo. Kan pembeli banyak cari ukuran 1 kg,” jelasnya. 

Juanita mengaku, petugas hanya menganjurkan kepadanya untuk menambahkan stiker tanggal kadaluarsa dan merek pada kemasan mentega ukuran 1 Kg yang dijual tersebut. 

"Cuma dia kasih tahu saya tidak boleh begitu, harus pakai stiker, tulis 1 kilo, tanggal ekspaiernya. Dia suruh saya begitu, saya bilang baik. Saya hanya masalah itu saja. Saya tidak tahu kalau yang lain,” jelasnya sembari menunju mentega kuning dan putih kemasan 1 Kg yang sudah diberi stiker tulisan tangan merek dan tanggal kadaluarsa.   

Sementara pantauan media di Toko Teratai juga menjual mentega kuning merk Amanda dalam kemasan 1 Kg dan ½ Kg tanpa diberi label merek dan tanggal kadaluarsa. Mentega tersebut dijual dengan harga Rp 7.500 dan Rp 15.000.   

Penjualan mentega dengan kemasan plastik tanpa label dengan ukuran 1 Kg juga berada di toko ST, namun ST dinformasikan tidak dipanggil untuk diperiksa Tim Polda NTT.

Sedangakan di toko C, informasi yang diperoleh dari salah satu keluarga pemilik toko C, yang meminta namanya tidak ditulis, mengatakan tim Polda seusai diperiksa, petugas meminta uang senilai Rp 100 juta, permintaan itu tidak disanggupi pemilik toko.

Lantaran tidak sanggup membayar Rp 100 juta petugas kemudian melakukan nego dari Rp 100 juta turun ke Rp 50 juta. 
Permintaan itu juga tidak disanggupi pemilik toko, yang terakhir petuga melakukkan nego lagi, yang akhirnya toko C hanya sanggup membayar Rp 30 juta. 

Hal yang sama juga dialami toko RY, yang harus membayar kepada petugas Rp 25 juta kepada petugas. Terhadap tudingan adanya dugaan pemerasan terhadap pengusaha itu, Plt Kanit, Subdit I Industri dan Perdagangan Ditreskrimsus Polda NTT, AKP. Libartino Silaban, SH., S.I.K, membatah keras bahwa timnya tidak pernah melakukan pemerasan seperti yang disampaikan pengusaha tersebut. Tidak pernah kami lakukan itu, silakan buktikan," ujar Libartino.(rel/cd3/nz)

Dapatkan sekarang

NTT Zoom, Ringan dan cepat
0 Disukai
Lihat Juga