Ahli Waris Serukan Keadilan Hukum atas Warisan Tanah Karangan di Labuan Bajo
Putra Nikolas Naput, Johanis Frans Naput saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kupang, Jumat (17/1/2025). 
Ahli Waris Serukan Keadilan Hukum atas Warisan Tanah Karangan di Labuan Bajo
Johanis Frans Naput saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kupang, Jumat (17/1/2025). 
Ahli Waris Serukan Keadilan Hukum atas Warisan Tanah Karangan di Labuan Bajo
Johanis Frans Naput bersama pengacara saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kupang, Jumat (17/1/2025). 
admin
17 Jan 2025 20:12 WITA

Ahli Waris Serukan Keadilan Hukum atas Warisan Tanah Karangan di Labuan Bajo

KUPANG, NTTzoom.com - Ahli waris keluarga Naput, Johanis Frans Naput, dengan tegas membantah tudingan yang menyebut keluarganya sebagai mafia tanah di Karangan dan Golo Karangan, Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. 

Ia menegaskan bahwa keluarganya adalah pemilik sah tanah tersebut dan telah mempertahankan hak mereka selama bertahun-tahun. 

"Kami adalah ahli waris sah atas tanah Karangan dan Golo Karangan. Tuduhan bahwa kami mafia tanah adalah tidak berdasar," ujar Johanis Frans Naput saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kupang, Jumat (17/1/2025). 

Johanis mengungkapkan, tanah tersebut merupakan warisan dari ayahnya, almarhum Nikolaus Naput, yang dikenal sebagai sosok religius dan berdedikasi dalam pelayanan gereja. 

“Almarhum ayah saya bukan hanya seorang pemilik tanah, tapi juga seorang tokoh yang mengabdi untuk gereja. Beliau melihat potensi Labuan Bajo jauh sebelum daerah ini berkembang pesat seperti sekarang,” jelasnya. 

Johanis menambahkan bahwa keluarganya telah berjuang mempertahankan tanah tersebut di tengah berbagai klaim sepihak yang belakangan muncul seiring pesatnya perkembangan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata premium. 

“Ketika Labuan Bajo belum ramai, ayah saya sudah berinvestasi di tanah ini. Kini setelah kawasan ini berkembang pesat, muncul pihak-pihak yang tiba-tiba mengklaim kepemilikan,” tegasnya. 

Ia juga mencurigai ada pihak tertentu yang didukung investor besar untuk merebut tanah keluarganya. 

“Kami menduga ada upaya sistematis dari investor untuk merebut tanah kami. Ini bukan sekadar klaim biasa, ada sesuatu yang lebih besar di balik ini,” ujar Johanis. 

Dalam kesempatan itu, Johanis menyampaikan kekecewaannya terhadap pemberitaan yang dinilai tidak berimbang dan cenderung merugikan keluarga Naput. Ia meminta media dan masyarakat untuk tidak terburu-buru menilai tanpa memahami fakta yang sebenarnya. 

“Kami hanya ingin mempertahankan hak kami. Tuduhan mafia tanah adalah penghinaan bagi keluarga kami. Kami akan terus memperjuangkan kebenaran,” tandasnya. 

Keluarga Naput berharap pemerintah dan pihak berwenang dapat bersikap adil dan tidak terpengaruh oleh tekanan pihak-pihak tertentu. Mereka juga menyerukan agar proses hukum dijalankan dengan transparan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak. 

Sementara itu, Maria Fatmawati Naput, salah satu ahli waris almarhum Nikolas Naput, dengan tegas membantah tuduhan bahwa keluarganya terlibat dalam praktik mafia tanah.  

“Kami dikatakan sebagai mafia tanah. Saya ini hanya seorang ibu rumah tangga yang melek teknologi, jadi tuduhan ini sangat menyakitkan,” ujar Maria. 

Maria berharap agar nama baik keluarganya dipulihkan dan keadilan ditegakkan. 

“Kasus ini benar-benar menyandera kehidupan kami. Kami hanya ingin mencari keadilan dan melanjutk

Adapun, sengketa tanah seluas 11 hektar ini melibatkan keluarga Naput dan seorang pihak lain bernama Muhamad Rudini.

Kasus ini mencuat setelah munculnya surat pembatalan penyerahan tanah yang diduga palsu, yang berisi tanda tangan empat orang, yakni Haji Ishaka, Haku Mustafa, dan dua lainnya.  

Surat tersebut kemudian dijadikan dasar gugatan terhadap kepemilikan tanah yang telah bersertifikat atas nama almarhum Nikolas Naput dan istrinya, Beatrix Seran Nggebu. 

Tanah tersebut awalnya dibeli oleh Nikolas Naput pada tahun 1990, dengan sebagian lainnya diperoleh istrinya dari fungsionaris adat setempat. Kedua bidang tanah tersebut telah bersertifikat resmi sejak tahun 2017. 

Kasus ini semakin rumit setelah hasil pemeriksaan forensik yang dilakukan ahli dokumen, Sapta Dwikardana, mengungkap adanya indikasi pemalsuan tanda tangan dalam surat pembatalan tersebut. 

“Saya mengambil kesimpulan bahwa hampir semua tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak identik. Keabsahan tanda tangan tersebut sangat diragukan,” tegas Sapta. 

Ia menjelaskan bahwa analisis dilakukan dengan membandingkan dokumen-dokumen asli menggunakan tujuh unsur grafis yang menjadi standar dalam pemeriksaan forensik tanda tangan. 

Ada Dugaan Pemalsuan 

Kuasa hukum Santosa Kardiman, Kharis Sucipto, berharap hasil analisis forensik ini dapat menjadi pertimbangan dalam proses banding yang sedang berlangsung. 

“Dengan bukti dan keterangan ahli yang ada, kami harap majelis hakim di tingkat banding dapat mempertimbangkan fakta-fakta ini,” ujarnya. 

Sementara itu, kuasa hukum keluarga Naput, Mursyid Surya Chandra, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen tersebut ke Polres Manggarai Barat. 

“Laporan polisi sudah berjalan, saksi sudah diperiksa, dan kasus sudah naik ke tahap penyidikan. Ini mengonfirmasi bahwa ada dugaan peristiwa pidana yang perlu diungkap lebih lanjut,” jelas Mursyid. 

Ia juga menegaskan bahwa penyidikan harus mengungkap siapa pelaku pemalsuan dokumen tersebut agar tidak ada pihak yang dirugikan. 

Untuk diketahui, almarhum Nikolas Naput meninggalkan istri, Beatrix Seran Nggebu, dan empat anak, yaitu Johanis Vans Naput, Paulus Grans Naput, Maria Fatmawati Naput, dan Irene Elizabeth Winarthy Naput. (jr/nz*)

Dapatkan sekarang

NTT Zoom, Ringan dan cepat
0 Disukai